Pertempuran demi pertempuran untuk melawan rasa malas dan rasa gengsi yang membuncah, jika ingin sukses maka buanglah dua penyakit tersebut. Itulah hidup bagi Basrizal Koto. Pria yang lahir 11 Oktober 1959 di Kampung Ladang, Pariaman ini memiliki kisah yang inspirasi dibalik kesuksesannya saat ini.
Kehidupan masa kecil Basrizal sangatlah susah. Hidup penuh dengan kemiskinan terkadang hanya makan sekali sehari, di mana untuk makan sehari-hari saja sang Amak (Panggilan ibu dalam bahasa Minang) harus meminjam beras ke tetangga.
Dulu, ketika pulang dari sekolah, setibanya dirumah, Basrizal tak menemukan sebutir pun nasi di meja makannya. Amak yang pada saat itu juga kasihan melihat Basrizal begitu kelaparan,karena itu, Amak berinisiatif untuk meminjam beras ke tetangga yang masih terbilang saudaranya. Secara diam-diam Basrizal mengikuti Amaknya dari belakang tanpa pengetahuan Amak.
Niat sang Amak meminjam beras ke rumah tetangga ditolak dengan hinaan yang dilontarkan oleh tetangganya dengan kasar.
““Kasih makan batu saja anak kau!”
Hinaan tersebut sempat pula didengar oleh Basrizal, tentu saja Basrizal merasa sedih dan kecewa.
Suatu hari ketika masih duduk di kelas 5 SD, Basrizal bersujud memohon restu kepada sang Amak untuk pergi merantau ke Pekanbaru. Dengan berat hati dan diiringi linangan air mata sang Amak, Basrizal pun meninggalkan segala kenangan masa kecilnya di kampung halaman tercintanya.
Satu prinsip yang dipegang laki-laki Minang kelahiran Pariaman 58 tahun silam itu, bahwa dia baru akan pulang kampung dan menjemput keluarganya jika sudah bisa mendapatkan seliter beras.
Sebelum merantau, ibunya berpesan agar Basrizal menerapkan 3 K dalam hidupnya di perantauan, yaitu pandai-pandai berkomunikasi, manfaatkan peluang dan kesempatan, serta bekerjalah dengan komitmen tinggi.
PILIHAN EDITOR
Kehidupan Basrizal di tanah rantau dihiasi dengan kerja keras dan mengerjakan apa saja, menjajakan pisang goreng di jalanan dan menjual pete ke Restoran Padang. Keinginan untuk terus mengubah nasib mengantarkan Basrizal koto pernah menggeluti berbagai macam jenis pekerjaan mulai dari kernet angkot, sopir, tukang jahit hingga akhirnya menjadi dealer mobil.
Basrizal selalu mengilustrasikan dirinya sebagai seorang Thariq bin Ziyad yang membakar semua kapal pasukannya untuk menjemput syahid. Basrizal selalu berkeinginan untuk “membangkitkan batang terendam” dengan tujuan untuk menaikkan derajat keluarganya karena selama ini orang selalu mengecilkan peran keluarganya sebagai keturunan orang miskin.
Berkat niat dan usahanya itu, puluhan tahun setelah ia menginjakkan kakinya di ranah Serampang 12, orang-orang mulai mengenalnya sebagai pengusaha minang yang sukses dari berbagai bidang usaha, mulai dari sarana angkutan hingga bisnis media.
Selain niat dan usahanya, ada hal yang selalu menjadikannya lebih merasa bangga dan terharu, yakni kenangan akan pengorbanan dan rasa kasih sayang sang Amak. Basrizal sadar, dengan pengorbanan sang Amak, orang-orang bisa mengenal Basrizal Koto seperti saat ini.
Kini, Basrizal telah sukses dan menjadi pengusaha yang kaya raya, Basrizal sudah mengelola lebih dari 15 perusahaan diantaranya PT Basko Grand Mall Padang, PT Cerya Riau Mandiri Printing (CRMP), PT Cerya Zico Utama, PT Bastara Jaya Muda (tambang batubara), PT Riau Agro Mandiri, PT Riau Agro Mandiri Perkasa, PT Indonesian Mesh Network, dan masih banyak lagi.
Walaupun Basrizal sudah terkenal menjadi saudagar kaya raya, namun sikap ramahnya kepada setiap orang tak pernah hilang. Dia selalu berusaha menyempatkan diri untuk memenuhi silaturahmi. Pantang bagi dia untuk menolak orang yang mau bersilaturahmi.
Bagi Basrizal, silaturahmi adalah sebuah kenikmatan. Tuhan sudah menganugerahkan kenikmatan yang panjang bagi dia dan seluruh keluarganya, dan tidak ada salahnya juga bila ia membagi kenikmatan tersebut kepada orang lain. Dan itu merupakan salah satu bentuk kebahagiaan tersendiri baginya.
#Salam Pengusaha Minang
0 Komentar